Pendahuluan
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Sejarah singkat pertanian dunia
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Sektor Pertanian dan Struktur Perekonomian Indonesia
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
KERANGKA PEMIKIRAN
Secara konseptual dampak yang harus ditanggung sektor pertanian karena krisis
multidimensional ini jelas tidak kecil. Beban yang seharusnya ditanggung bersama-sama
dengan sektor non-pertanian, kini harus ditanggung sendiri oleh sektor pertanian seperti
pengangguran, penurunan upah riil, tingkat kemiskinan, dan kerusakan lingkungan hidup.
Dalam menata kembali pemulihan pembangunan pertanian diperlukan konsistensi
pertumbuhan dalam pembangunan pertanian.
Menurut Arifin (2000), tingkat komplementer yang cukup tinggi mungkin dapat dicapai apabila pembangunan pertanian:
(a) berspektrum luas dan melibatkan usaha (tani) berskala kecil dan menengah,
(b)berorientasi pasar
(c) partisipatif dan desentralisasi, dan
(d) berlandaskan perubahanteknologi yang membantu peningkatan produktivitas faktor produksi dan tidak merusak basis sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Menurut Todaro (1997) pembangunan itu merupakan suatu proses perbaikan
kualitas segenap bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu:
(1)peningkatan standar hidup setiap orang (pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang,
papan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain) melalui proses-proses pertumbuhan
ekonomi yang relevan (cocok dan sesuai)
(2) penciptaan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri (self esteem) setiap orang melalui pembentukan segenap sistem ekonomi dan lembaga (institution) sosial, politik dan juga
ekonomi yang mampu mempromosikan jati diri dan penghargaan hakekat kemanusiaan;
dan
(3) peningkatan kebebasan setiap orang melalui perluasan jangkauan pilihan mereka,
serta peningkatan kualitas maupun kuantitas aneka barang dan jasa.
Dalam konteks di atas, pembangunan pertanian menjadi bagian utama dalam proses
pembangunan nasional, khususnya sejak tahun enampuluhan. Menurut Mosher dalam
Mubyarto (1989) ada lima syarat mutlak yang memungkinkan terjadinya pembangunan
pertanian yaitu :
(1) adanya pasar untuk hasil-hasil pertanian,
(2) teknologi yang senantiasa berkembang,
(3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal,
(4) adanya perangsang produksi bagi petani,
(5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu.
Selain itu ada syarat lain memperlancar proses pembangunan pertanian, yaitu:
(1) pendidikan pembangunan,
(2) kredit produksi,
(3) kegiatan gotong-royong petani,
(4)perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan
pertanian.
Dalam masa transisi (pemulihan) ekonomi Indonesia dari keterpurukan ekonomi
tahun 1997, beban sektor pertanian menjadi lebih berat, diantaranya adalah beralihnya
tenaga kerja sektor industri akibat pemutusan hubungan kerja ke sektor pertanian di
pedesaan. Dalam kondisi seperti ini pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah
pemulihan ekonomi di pedesaan. Keterpisahan ekonomi pedesaan dari ekonomi kota dalam
konteks pembangunan seperti di atas sangat memerlukan perhatian untuk masa yang akan
datang. Menurut Anwar (1999), perubahan pembangunan ke arah yang lebih baik
hendaknya dilandasi dalam kerangka spasial, teknologikal dan sektoral. Dalam kaitan
tersebut, pembangunan dapat diterjemahkan sebagai alokasi sumberdaya menurut ruang
(spatial order), seperti pembangunan spasial rural-urban.
Dalam skala makro, pengaruh tersebut terhadap pembangunan pertanian akan
terkait dengan masalah-masalah kontribusinya terhadap perekonomian nasional, ketahanan
pangan, kesejahteraan petani, kualitas lingkungan hidup dan kelembagaan. Kontribusi
terhadap perekonomian nasional sangat terkait pada nilai tambah atau PDB. Meningkatnya
PDB ini akan memperluas lapangan kerja yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
perdagangan baik nasional maupun internasional yang akan menghasilkan devisa.
Pengaruh inflasi juga akan ada dalam proses pembangunan itu sendiri karena masuknya
investasi modal maupun pembiayaan tenaga kerja.
Dampak positif dari pembangunan pertanian adalah meningkatnya ketersediaan
pangan (pokok) serta harga yang sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat. Akibatnya
akan menguatkan tingkat ketahanan pangan. Dengan cukup pangan diharapkan kualitas
SDM dapat ditingkatkan. Disamping itu, meningkatnya ketahanan pangan diharapkan
dapat mengurangi kasus rawan pangan. Bagi petani, dampak dari pembangunan pertanian
akan memperluas kesempatan kerja dan akan memberikan kestabilan pada konsumsi dan
pendapatan petani sehingga diharapkan akan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Walaupun pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun
dampak negatif perlu juga diperhatikan seperti dampak negatif dari akumulasi penggunaan
pupuk kimia, meningkatnya pendapatan akan berpengaruh terhadap penyehatan
lingkungan, dan lain-lain. Selain itu, faktor kelembagaan juga sangat berperan dalam
meningkatkan usaha pertanian dimana partisipasi pemerintah maupun swasta ataupun
lembaga ekonomi tradisional snagat diharapkan dalam menggerakan ekonomi, seperti
dukungan kelembagaan kredit atau dana pemerintah.
Dari uraian seperti di atas, muncul beberapa indikator sebagai tolok ukur dalam
menelaah kinerja pembangunan pertanian.
Untuk mewujudkan konsistensi kinerja pembangunan pertanian seperti uraian di atas, maka indikator pembangunan pertanian akan terkait dengan :
(a) kontribusi terhadap perekonomian nasional,
(b) ketahanan pangan,
(c) kesejahteraan petani,
(d) kualitas lingkungan hidup, dan
(e) kelembagaan.
Disamping itu,menurut Wilson dan Tyrchniewicz (1995), kriteria dalam penggunan sumberdaya agar
pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah terkait dengan :
(a) managemen,
(b) konservasi,
(c) rehabilitasi,
(d) pasar yang sehat (market viability),
(e) biaya internal,
(f)Inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
(g) kebijakan perdagangan,
(h) pertimbangan kemasyarakatan (societal considerations)
(g) reaksi global (global responsibility).
Berdasarkan uraian di atas maka pembangunan sektor pertanian hanya merupakan
sebagian dari “kue” nasional yang dibagi-bagikan dalam proses pembangunan keseluruhan,
apakah dapat menjadi alat untuk tujuan penyerapan lapangan kerja ataupun untuk
penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. Telaah kinerja pembangunan pertanian
tersebut dapat dijadikan umpan balik bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan
selanjutnya atau merumuskan kembali kebijaksanaan yang lebih efektif dan efisien.
Pengelompokan indikator dapat dilakukan menurut kedekatannya dalam rangka
mewujudkan kebijakan yang tidak saling melemahkan. Dampak dari adanya kombinasi
indikator-indikator utama tersebut akan memberi gambaran kinerja pembangunan pertanian sesuai dengan ketersediaan data sekunder.
Kesimpulan:
Dari sekumpulan makalah yang saya buat tentang sektor pertanian di mana pertanian di indonesia ini mengalami tingkat keturunan yang melonjak di mana hasil tani di berbagai daerah mengalami pemerosotan ini juga menyangkut dengan kemiskinannya para petani di indonesia yang kian meluas di berbagai daerah, di mana rakyat mendapatkan bahan pangan dari supply luar negeri, disini pemerintah harus segera mengatasi masalah para petani yang semakin lama semakin berkurang karena dampak kemiskinan dan pemerintah harus membuat juga lapang kerja pagi para petani dengan membuat sektor atau lapangan kerja pertanian untuk para petani.
Sumber: http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2010/06/09/23/Sektor-Pertanian-dan-Struktur-Perekonomian-Indonesia
http://www.google.co.id/#q=sektor+pertanian
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian
http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik Luar Negeri/1)
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Sejarah singkat pertanian dunia
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Sektor Pertanian dan Struktur Perekonomian Indonesia
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
KERANGKA PEMIKIRAN
Secara konseptual dampak yang harus ditanggung sektor pertanian karena krisis
multidimensional ini jelas tidak kecil. Beban yang seharusnya ditanggung bersama-sama
dengan sektor non-pertanian, kini harus ditanggung sendiri oleh sektor pertanian seperti
pengangguran, penurunan upah riil, tingkat kemiskinan, dan kerusakan lingkungan hidup.
Dalam menata kembali pemulihan pembangunan pertanian diperlukan konsistensi
pertumbuhan dalam pembangunan pertanian.
Menurut Arifin (2000), tingkat komplementer yang cukup tinggi mungkin dapat dicapai apabila pembangunan pertanian:
(a) berspektrum luas dan melibatkan usaha (tani) berskala kecil dan menengah,
(b)berorientasi pasar
(c) partisipatif dan desentralisasi, dan
(d) berlandaskan perubahanteknologi yang membantu peningkatan produktivitas faktor produksi dan tidak merusak basis sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Menurut Todaro (1997) pembangunan itu merupakan suatu proses perbaikan
kualitas segenap bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu:
(1)peningkatan standar hidup setiap orang (pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang,
papan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain) melalui proses-proses pertumbuhan
ekonomi yang relevan (cocok dan sesuai)
(2) penciptaan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri (self esteem) setiap orang melalui pembentukan segenap sistem ekonomi dan lembaga (institution) sosial, politik dan juga
ekonomi yang mampu mempromosikan jati diri dan penghargaan hakekat kemanusiaan;
dan
(3) peningkatan kebebasan setiap orang melalui perluasan jangkauan pilihan mereka,
serta peningkatan kualitas maupun kuantitas aneka barang dan jasa.
Dalam konteks di atas, pembangunan pertanian menjadi bagian utama dalam proses
pembangunan nasional, khususnya sejak tahun enampuluhan. Menurut Mosher dalam
Mubyarto (1989) ada lima syarat mutlak yang memungkinkan terjadinya pembangunan
pertanian yaitu :
(1) adanya pasar untuk hasil-hasil pertanian,
(2) teknologi yang senantiasa berkembang,
(3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal,
(4) adanya perangsang produksi bagi petani,
(5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu.
Selain itu ada syarat lain memperlancar proses pembangunan pertanian, yaitu:
(1) pendidikan pembangunan,
(2) kredit produksi,
(3) kegiatan gotong-royong petani,
(4)perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan
pertanian.
Dalam masa transisi (pemulihan) ekonomi Indonesia dari keterpurukan ekonomi
tahun 1997, beban sektor pertanian menjadi lebih berat, diantaranya adalah beralihnya
tenaga kerja sektor industri akibat pemutusan hubungan kerja ke sektor pertanian di
pedesaan. Dalam kondisi seperti ini pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah
pemulihan ekonomi di pedesaan. Keterpisahan ekonomi pedesaan dari ekonomi kota dalam
konteks pembangunan seperti di atas sangat memerlukan perhatian untuk masa yang akan
datang. Menurut Anwar (1999), perubahan pembangunan ke arah yang lebih baik
hendaknya dilandasi dalam kerangka spasial, teknologikal dan sektoral. Dalam kaitan
tersebut, pembangunan dapat diterjemahkan sebagai alokasi sumberdaya menurut ruang
(spatial order), seperti pembangunan spasial rural-urban.
Dalam skala makro, pengaruh tersebut terhadap pembangunan pertanian akan
terkait dengan masalah-masalah kontribusinya terhadap perekonomian nasional, ketahanan
pangan, kesejahteraan petani, kualitas lingkungan hidup dan kelembagaan. Kontribusi
terhadap perekonomian nasional sangat terkait pada nilai tambah atau PDB. Meningkatnya
PDB ini akan memperluas lapangan kerja yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
perdagangan baik nasional maupun internasional yang akan menghasilkan devisa.
Pengaruh inflasi juga akan ada dalam proses pembangunan itu sendiri karena masuknya
investasi modal maupun pembiayaan tenaga kerja.
Dampak positif dari pembangunan pertanian adalah meningkatnya ketersediaan
pangan (pokok) serta harga yang sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat. Akibatnya
akan menguatkan tingkat ketahanan pangan. Dengan cukup pangan diharapkan kualitas
SDM dapat ditingkatkan. Disamping itu, meningkatnya ketahanan pangan diharapkan
dapat mengurangi kasus rawan pangan. Bagi petani, dampak dari pembangunan pertanian
akan memperluas kesempatan kerja dan akan memberikan kestabilan pada konsumsi dan
pendapatan petani sehingga diharapkan akan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Walaupun pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun
dampak negatif perlu juga diperhatikan seperti dampak negatif dari akumulasi penggunaan
pupuk kimia, meningkatnya pendapatan akan berpengaruh terhadap penyehatan
lingkungan, dan lain-lain. Selain itu, faktor kelembagaan juga sangat berperan dalam
meningkatkan usaha pertanian dimana partisipasi pemerintah maupun swasta ataupun
lembaga ekonomi tradisional snagat diharapkan dalam menggerakan ekonomi, seperti
dukungan kelembagaan kredit atau dana pemerintah.
Dari uraian seperti di atas, muncul beberapa indikator sebagai tolok ukur dalam
menelaah kinerja pembangunan pertanian.
Untuk mewujudkan konsistensi kinerja pembangunan pertanian seperti uraian di atas, maka indikator pembangunan pertanian akan terkait dengan :
(a) kontribusi terhadap perekonomian nasional,
(b) ketahanan pangan,
(c) kesejahteraan petani,
(d) kualitas lingkungan hidup, dan
(e) kelembagaan.
Disamping itu,menurut Wilson dan Tyrchniewicz (1995), kriteria dalam penggunan sumberdaya agar
pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah terkait dengan :
(a) managemen,
(b) konservasi,
(c) rehabilitasi,
(d) pasar yang sehat (market viability),
(e) biaya internal,
(f)Inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
(g) kebijakan perdagangan,
(h) pertimbangan kemasyarakatan (societal considerations)
(g) reaksi global (global responsibility).
Berdasarkan uraian di atas maka pembangunan sektor pertanian hanya merupakan
sebagian dari “kue” nasional yang dibagi-bagikan dalam proses pembangunan keseluruhan,
apakah dapat menjadi alat untuk tujuan penyerapan lapangan kerja ataupun untuk
penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. Telaah kinerja pembangunan pertanian
tersebut dapat dijadikan umpan balik bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan
selanjutnya atau merumuskan kembali kebijaksanaan yang lebih efektif dan efisien.
Pengelompokan indikator dapat dilakukan menurut kedekatannya dalam rangka
mewujudkan kebijakan yang tidak saling melemahkan. Dampak dari adanya kombinasi
indikator-indikator utama tersebut akan memberi gambaran kinerja pembangunan pertanian sesuai dengan ketersediaan data sekunder.
Kesimpulan:
Dari sekumpulan makalah yang saya buat tentang sektor pertanian di mana pertanian di indonesia ini mengalami tingkat keturunan yang melonjak di mana hasil tani di berbagai daerah mengalami pemerosotan ini juga menyangkut dengan kemiskinannya para petani di indonesia yang kian meluas di berbagai daerah, di mana rakyat mendapatkan bahan pangan dari supply luar negeri, disini pemerintah harus segera mengatasi masalah para petani yang semakin lama semakin berkurang karena dampak kemiskinan dan pemerintah harus membuat juga lapang kerja pagi para petani dengan membuat sektor atau lapangan kerja pertanian untuk para petani.
Sumber: http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2010/06/09/23/Sektor-Pertanian-dan-Struktur-Perekonomian-Indonesia
http://www.google.co.id/#q=sektor+pertanian
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian
http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik Luar Negeri/1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar