Banyak pakar yang mengemukakan tentang pengertian nilai, lalu
kemudian di sepakati bahwa pengertian nilai adalah semua yang berhubungan
dengan manusia. Nilai itu penting di kemukakan oleh setiap pakar, pada dasarnya
dalah upaya dalam memberikan pengertian nilai secara holistik tetapi orang
lebih tertarik pada bagian yang “belum tersentuh” oleh pemikiran lain.
Pengertian nilai yang di kemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is object Of Social Interest.
Nilai dapat pula di artikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kemudian di jadikan sebagai landasan dalam
bersikap baik disadari maupun tidak.
Nilai yang menarik manusia karena berada di luar manusia (Objek)
lebih di pandang sebagai kegiatan menilai. Nilai haruslah jelas karena harus
membuat individu yakin dan mengaplikasikan pada perbuatannya. Menilai dapat di
artikan menimbang dan kemudian memutuskan apakah sesuatu (Objek) bernilai
positif (berguna, baik, indah) atau sebaliknya bernilai negatif. Nilai memiliki
polaritas dan hirarki, antara lain:
·
Nilai menampilkan diri sebagai
aspek positif atau aspek negatif (sesuai polaritas)
·
Niali tersusun secara
hierarkis, hierarki kepentingannya.
Notonagoro membagi hierarki nilai pokok menjadi 3 yaitu; nilai
material, nilai vital, nilai kerohanian. Kemudian membagi nilai kerohanian
menjadi 4, yaitu; nilai kebenaran, nilai
keindahan, nilai kebaikan moral dan nilai religius. Nilai berkaitan pula dengan
cita-cita dan pertimbangan internal manusia, maka dapat di katakan bahwa nilai
tidak konkret dan bersifat subyektif. Wujud lebih konkret dari nilai adalah
norma. Norma di artika sebagai sesuatu yang di pakai untuk mengatur sesuatu
yang lain (sebuah ukuran). Macam norma yaitu; norma keagamaan, norma
kesusilaan, norma adab, dan norma hukum. Norma paling kuat adalah hukum karena
di paksakan pelaksanaannya.
Nilai dan norma juga berkaitan dengan moral. Moral adalah sesuai
dengan ide-ide yang umum di terima tentang tindakan manusia, moral mengandung
integritas dan martabat pribadi manusia. Manusia yang bermoral adalah manusia
yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. Tidak hanya nilai dan norma yang saling berkaitan, hukum dan moral
lebih berkaitan erat. Kualitas hukum selalu di ukur dengan norma moral, di sisi
lain moral juga membutuhkan hukum untuk melembga dalam masyarakat. Meskipun
berhubungan erat hukum dan moral tetaplah berbeda. Dalam kenyataan ‘mungkin’
ada hukum yang immoral. Perbedaan hukum dan moral (K.berten):
·
Hukum lebih dikodifikasikan
dari pada moralitas.
·
Hukum membatasi diri sebatas
lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
·
Sanksi yang berkaitan dengan
hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas.
·
Hukum di nilai berdasarkan
moral yang berlaku sedangkan hukum tidak dapat berlaku sebaliknya.
Gunawan
setiardja membedakan hukum dan moral:
·
Dari dasarnya; hukum: Yuridis,
moral: hukum alam
·
Dari otonomi; hukum: heteronom,
moral: otonom
·
Dari pelaksanaan; hukum: di
paksakan, moral: kesadaran
·
Dari sanksinya; hukum:
berbentuk yuridis, moral: sanksi kodrati
·
Dari tujuannya; hukum: mengatur
kehidupan bernegara, moral: mengatur
kehidupan di masyarakat.
·
Dari waktu; hukum tergantung
waktu dan tempat sedangkan moral tidak.
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, maka manusia dan hukum
merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Dalam mencapai ketertiban,
diperlukan kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Hukum yang
baik adalah yang sesuai dengan hukum hidup (the living law) dalam masyarakat.
Dalam ilmu hukum, adagium yang terkenal berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di
mana ada masyarakat di situ ada hukumnya).
Untuk
mewujudkan keteraturan manusia membentuk organisasi
di kenal dengan istilah tatanan sosial. Dalam membangun dan mempertahankan
tatanan sosial, manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari: aturan
(hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat agar mencegah dan menjaga tiap orang menjadi hakim atas dirinya
sendiri. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Ketika memilih
bentuk negara hukum penyelenggaraan negara sedapat mungkin berada dalam koridor
hukum.
Penegak
hukum adalah kemestian dalam negara hukum. Penegak hukum juga ukuran bagi
kemajuan dan kesejahteraan negara. Dalam menegakkan unsur ada 3 hal yang harus
di perhatikan yaitu; kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Efekttifitas
hukum ditentukan oleh 3 komponen (Friedmann):
·
Substansi hukum: Materi atau
muatan hukum.
·
Aparat penegak hukum:
pengawalan yg diperlukan agar hukum dapat di tegakkan.
·
Budaya Hukum: budaya hukum yang
tidak berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada tidak untuk di langgar atau
sebaliknya.
Banyak pihak yang menganggap hukum di Indonesia tidak bejalan sama
sekali. Pendapat tersebut hanya di soroti dari masalah korupsi saja padahal
hukum dan penegak hukum bersifat luas. Hukum tidak semata-mata
perundang-undangan, sehingga penegak hukum tidak saja dilakukan melalui
perundang-undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas
hukum.
Problematika mendasar hukum yang dihadapi indonesia adalah
manipulasi atas fungsi hukum. Kemudian aparat hukum tidak berkualitas, penegak
hukum mendapat intervensi kekuasaan, serta kepercayaan masyarakat terhadap
aparat hukum smakin surut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar